Dalam penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan, tidak terdapat kitab yang sifatnya fisik karena kitabnya tersirat dalam wujud diri sendiri yakni dengan cara berbuat baik. Oleh karena itu, yang bisa menyelamatkan manusia adalah perilaku manusia itu sendiri. Dalam konteks ibadah, menjelang terbitnya matahari dan terbenamnya matahari merupakan waktu yang umum digunakan untuk beribadah. Namun sejatinya bagi penghayat Sunda Wiwitan, ibadah dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja yang terangkum dalam 5 waktu yakni, waktu mendengar, melihat, merasa, mengucap, dan meraba serta tersusun dalam 3 roh kepercayaan yakni punya rasa, ada rasa, dan bisa merasa.
Bagi penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan, makna moderasi beragama adalah ketika individu bisa bertoleransi atas perbedaan agama maupun kepercayaan. Karena, menurut mereka setiap orang berhak atas pilihan mereka sendiri walaupun tidak sepengetahuan tapi sepengertian itulah arti kebersamaan. Dicontohkan, jika dalam satu keluarga peghayat kepercayaan Sunda Wiwitan terdapat beberapa agama ataupun kepercayaan, maka tandanya penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan tersebut sudah menjalankan syari’at dan menerapkan moderasi beragama. Dalam pesannya, sesepuh penghayat Sunda Wiwitan mengajak kita semua bahwa saling menjaga kehormatan, mengeratkan cinta dan kasih satu sama lain merupakan suatu keharusan kita besama.
Kontributor : Rizqi Salamah
Editor : N. Awalia K